Jakarta, wartaterkini.news–Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus memperkuat kerja sama lintas sektor dalam pencegahan dan penanganan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyatakan, kasus TPPO membutuhkan kerja sama yang baik antar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Dinas PPPA provinsi, Dinas PPPA kabupaten/kota, dan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO).
Kasus TPPO merupakan kejahatan yang serius dengan jaringan dan sindikatnya yang sudah merambah ke manca negara. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah konkret dalam pemberantasannya.
Adapun langkah yang dimaksud salah satunya dengan dikeluarkannya UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), dan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO).
“Untuk setiap penanganan perempuan dan anak korban TPPO, kami memperkuat kerja sama lintas sektor dan respons cepat dari semua pihak dalam menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Koordinasi yang berkelanjutan dan upaya bersama dari semua pihak diharapkan dapat mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia,” ujar Menteri PPPA pada Minggu (16/6/2024).
Ia mencontohkan, kasus TPPO yang menimpa satu keluarga (EH, suami korban dan kedua anak mereka) dengan modus Penyaluran Pekerja Migran Indonesia (PMI) keluar negeri secara ilegal.
EH bersama suami dan kedua anaknya tertangkap dalam razia saat akan pulang ke Indonesia melalui jalur laut dari daerah Kelang, Malaysia menuju Tanjung Balai, Sumatera Utara pada 24 Februari 2024.
Setelah penangkapan, mereka dibawa ke penampungan Semenyi, Malaysia, di mana pihak KBRI telah melakukan pendataan dan memberikan bantuan kepada korban.
Kini, korban telah berada di tempat aman dan perkembangannya terus dipantau. Kemen PPPA siap memberikan layanan yang dibutuhkan oleh korban, baik itu pendampingan secara psikologis maupun hukum.
Menteri PPPA mengapresiasi Balai Pelayanan Pelindung Pekerja Migran (BP3PMI) Jawa Barat serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) Kabupaten Karawang yang telah bergerak cepat memberikan layanan yang dibutuhkan oleh korban, baik itu dalam bentuk pendampingan psikologis maupun hukum.
“Saya mengapresiasi respon cepat yang dilakukan oleh Balai Pelayanan Pelindung Pekerja Migran (BP3MI) Jawa Barat, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Karawang, dan juga pihak-pihak terkait lainnya yang memberikan layanan yang dibutuhkan oleh korban,” ujar Menteri PPPA.
Kemen PPPA, BP3M1 Jawa Barat, dan DP3A Kabupaten Karawang akan terus memberikan layanan yang dibutuhkan oleh korban. Dalam hal ini, Kemen PPPA juga bertanggung jawab dalam penyelenggaraan amanat PP No.9 tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan atau Korban TPPO.
Perwakilan BP3MI Jawa Barat, Dwi Cahyani, menyampaikan pihaknya berusaha keras melindungi pekerja migran dari modus-modus penyaluran atau penyelundupan dengan mengambil langkah-langkah preventif, penegakan hukum, serta memberikan perlindungan dan bantuan kepada korban.
Sementara itu, Ketua Tim Perlindungan Perempuan Dinas PPPA Kabupaten Karawang, Ika Rostika, dan Ketua Tim Perlindungan Anak, Evi Novia Purnama menegaskan, pihaknya akan mendampingi korban hingga kondisi fisik dan psikologisnya membaik.
Dinas PPPA Kabupaten Karawang juga akan meningkatkan sosialisasi terkait pencegahan TPPO melalui Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang tersebar di setiap Kabupaten, serta relawan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar di desa-desa. (**)