banner 728x250 banner 728x250

Masyarakat pemantau Pilkada laporkan Ketua KPUD Kaltim dan Anggota KPUD Kukar ke DKPP

Jakarta, Wartaterkini.news – Koordinator Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD), Komite Anti Korupsi Indonesia, dan Indonesia Development Monitoring ,Arifin Nur Cahyono melaporkan penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran etik. Laporan akan dilayangkan pada Senin (23/9/2024).

Laporan disampaikan karena KPU Kutai Kartanegara (Kukar) menerima pendaftaran Bupati Kutai Kartanegara dua periode Edi Damansyah sebagai bakal calon bupati Kukar pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024.

Padahal, kata Arifin, bakal calon Bupati Kukar tersebut sudah menjalani dua periode sesuai yang terkandung dalam putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023.

“Laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan perbuatan pelanggaran UU pilkada serta tidak mengindahkan putusan judicial review Mahkamah Konstusi. Yakni, terkait status Edi Damansyah Bupati Kukar dua periode yang mencalonkan sebagai calon bupati Kutai Kartanegara di Kutai Kartanegara 2024,” kata Arifin dalam keterangannya, Sabtu (21/9/2024).

“Yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Kalimantan Timur dan seluruh anggota KPUD Kabupaten Kukar sebagai Penyelenggara Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Kukar tahun 2024,” imbuhnya.

Baca Juga :   Tragis!! Dalam Semalam 2 Petugas Perhutani Pesanggaran di Bacok Orang, Satu Petugas Luka Parah

Dalam laporannya, Arifin mencantumkan beberapa nama di antaranya Ketua KPUD Kaltim dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kukar Rudi Gunawan. Kemudian para anggota KPU Kukar Muchammad Amin, Muhammad Rahman, Purnomo, dan Wiwin.

Sementara, dugaan pelanggaran yang dilakukan yakni Ketua KPU Provinsi Kalimantan Timur Fahmi Idris dan Ketua serta seluruh anggota KPUD Kukar telah melanggar ketentuan batas waktu penanganan laporan pelanggaran Pilkada berupa somasi dari Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD), Komite Anti Korupsi Indonesia, dan Indonesia Development Monitoring

Di mana sudah diingatkan bahwa diminta mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencalonan kepala daerah di Pemilihan Bupati (Pilbup) Kukar 2024.

Terkait itu, lanjut Arifin, MK telah mengeluarkan putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023 perihal masa jabatan kepala daerah Yang khusus menyidangkan tentang posisi uji materi kedudukan Edi Damansyah sebagai Bupati dua periode di Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan menghasilkan putusan dengan amar putusan dalam Putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023.

Baca Juga :   Inflasi Terkendali, Mendagri Ingatkan Pemda tak Terlena

Kemudian, sambungnya, Bupati Kukar 2021-2026, Edi Damansyah, pada periode sebelumnya, 2016-2021, sebagai wakil bupati, menggantikan Bupati Rita Widyasari yang termasuk dalam amar putusan mahkamah K institusi dengan Putusan Nomor 2/PUU-XXI/2023 menyatakan Edi Damansyah yang saat itu menjabat sebagai wakil bupati, ditugaskan menjabat Pelaksana Tugas Bupati Bupati Kukar pada 9 April 2018-13 Februari 2019.

“Sebagaimana berdasar Surat Penugasan Nomor: 131/13/B.PPOD.III /2017. “Edi Damansyah kemudian menjadi bupati definitif pada 14 Februari 2019 sampai 13 Februari 2021 berdasarkan Surat Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 131.64-254/2019,” kata Arifin.

Sehingga, Arifin menilai, Ketua KPUD Provinsi Kalimantan Timur dan Ketua KPUD Kukar dan seluruh anggotanya tidak profesional, adil, dan berkepastian hukum karena menerima pencalonan Edi Damansyah bupati dua periode kutai kartanegara sebagai Calon Bupati Kukar pada pilkada 2024.

Terlebih, tidak menghormati dan melaksanakan putusan MK untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan menjaga kewibawaan lembaga peradilan di Indonesia. Namun, ketua KPUD Kaltim bersama Ketua KPUD Kukar dan seluruh anggotanya sebagai pejabat negara malah tidak melaksanakan putusan MK.

Baca Juga :   Amankan Penetapan DCT, Personel Polres OKU Selatan Siaga di KPU

“Padahal dalam putusan MK sudah dijelaskan bahwa Edi Damansyah masuk dalam katagori Bupati yang sudah dua periode menjabat sebagai bupati Kukar,” ujarnya.

Karenanya, Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD), Komite Anti Korupsi Indonesia, dan Indonesia Development Monitoring meminta agar DKPP dapat menerima dan mengabulkan pengaduan yang diajukan.

“Selanjutnya, menyatakan para teradu melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, serta memberikan sanksi pemberhentian tetap kepada para teradu,” jelasnya. (Red)