Jakarta, wartaterkini.news–Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menjadi tuan rumah di acara Hari Pers Nasional (HPN) pada Februari 2023. Berbagai persiapan dilakukan termasuk menentukan corak pakaian yang akan dikenakan presiden pada peringatan HPN.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Sumatera Utara (Sumut) Nawal Lubis mengatakan pihaknya sengaja mengumpulkan pelaku UMKM, pengrajin kain tenun dan songket dari berbagai suku yang ada di Sumut, seperti songket Batubara (Melayu), Karo, Toba, Mandailing, Pakpak, Angkola dan Simalungun.
“Kita sengaja kumpulkan para pengrajin kain tenun dan songket ini untuk persiapan Hari Pers Nasional yang akan dijadikan pakaian khas. Baik untuk laki-laki dan perempuan,” kata Nawal Lubis, beberapa waktu lalu.
Menurut Nawal kain tenun/songket motif Sumut akan digunakan Presiden Joko Widodo pada pembukaan HPN. Kain tenun tersebut disesuaikan dengan ciri khas Sumut yang terdiri dari berbagai suku budaya dan produk kerajinan. Sehingga HPN di Sumut memiliki warna tersendiri saat dihadiri oleh insan pers dari seluruh nusantara.
“Nanti Pak Presiden juga akan menggunakan kain motif dari Sumatera Utara,” tambah Nawal yang merupakan istri dari Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.
Kadis Kominfo Sumut Ilyas Sitorus mengungkapkan penggunaan kain tenun atau songket motif Sumut ini sekaligus untuk mengenalkan kepada para tamu yang datang dari seluruh daerah bahwa Sumut kaya corak dan adat budaya.
“Karena mereka (perajin) punya pemahaman untuk itu, maka langsung mereka hadir dan membawa berbagai corak dan motif kain tenun hasil produksi masing-masing dari pelaku UMKM kita di Sumut. Sekaligus juga untuk mengenalkan kepada para tamu dari seluruh provinsi,” sebut Ilyas.
Sementara itu, penenun bernama Leli dari Kabupaten Batubara mengaku dirinya merupakan penenun generasi ketiga, mewarisi usaha turun temurun dari nenek dan ibunya.
“Dari kecil saya sudah diajari menenun, jadi sampai sekarang itu usaha kami. Memang dari waktu pembuatannya untuk satu lembar kain (2,5 meter) paling tidak memakan waktu pembuatan hingga 7 hari. Berbeda jika menggunakan mesin, sehari bisa satu sampai dua kain,” urainya.
Namun lanjutnya, kain yang menggunakan alat tenun bukan mesin harganya akan lebih mahal, karena buatan tangan langsung yang dikerjakan secara manual. Meskipun kekurangannya adalah jumlah produksinya yang tidak bisa secepat mesin tenun otomatis.
“Kami menunjukkan hasil kerajinan masing-masing dengan ciri khas tersendiri dari produknya. Mudah-mudahan acara HPN nantinya dapat berjalan lancar,” bebernya (*)