Wow, Manipulasi Data Demi Dapatkan Uang Ganti Rugi Proyek Waduk Karian

Megaproyek Waduk Karian Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. (foto: istimewa)

Lebak Banten, wartaterkini.news Terkait proyek strategis nasional pembebasan lahan Waduk Karian yang berada di Kabupaten Lebak, Banten dan tersebar di 4 kecamatan berikut 11 desa bakal terkena genangan air. Yaitu Kecamatan Maja, Cimarga, Rangkasbitung, dan Sajira. Sementara desa yang bakal tenggelam antara lain Desa Bungurmekar, Sukarame, Sukajaya, Mekarsari, Pajagan, Sindangsari, Calungbungur, Tambak, Sindang Mulya, dan Pasir Tanjung.

Saat awak media ini melakukan penelusuran di salah satu desa terdampak, Rabu (20/12/2023) ternyata polemik mengenai proses pencairan yang  memanipulasi data kepemilikan lahan memang benar ada.

Di mana ditemukan, hanya berbekal sebagai penggarap lahan, dengan mudahnya mencairkan uang ganti rugi dari pembebasan lahan. Oknum penggarap bisa mencairkan uang ganti rugi yang diberikan oleh Balai Besar Proyek Genangan Waduk Karian dengan nilai yang sangat fantastis, yakni hingga Rp 2 miliar.

Bahkan, demi mendapatkan uang ganti rugi pembebasan Waduk Karian, cara-cara kotor yang acap kali dilakukan, seperti dengan mengganti nama serta memanipulasi data SPPT tanah. Di mana lahan tersebut bukan merupakan hak miliknya, tujuannya jelas agar dapat dengan mudah mendapatkan uang ganti rugi.

Baca Juga :   Presiden Jokowi Dijadwalkan Lakukan Groundbreaking Tahap 4 Pembangunan IKN

Diketahui, SPPT yang dibaliknama pada tahun 2019, datanya bukan dari desa setempat (desa tempat tinggal oknum) melainkan milik seseorang masuk desa lain dan mempunyai luas lahan hampir sama dengan yang digarap sang oknum.

Bukan hanya itu saja, demi mendapatkan uang lebih besar, para oknum ini pun menyasar bangunan-bangunan yang sudah tidak ada sama sekali. Misalnya, kandang ayam yang berada di atas lahan yang dimasukkan ke dalam data manipulasi, padahal bangunan kandang ayam yang dimaksud sudah lama roboh dan di data SPPT tidak terdapat bangunan hanya tertera bumi saja, the building is not visible (bangunan tidak terlihat).

Menurut keterangan salah seorang penggarap yang tidak mau disebutkan namanya menuturkan bahwa, selama 8 tahun dirinya menggarap lahan. Diketahui, tidak ada namanya si oknum yang dimaksud melainkan nama salah seorang majikannya yang sudah meninggal dunia.

“Dia (oknum,-red) tidak memiliki tanah di situ, entah dari mana dasar surat-suratnya, kok bisa dia mendapatkan (uang) pencairannya,” katanya merasa heran.

Eks penggarap juga menjelaskan, saat menggarap lahan dirinya hanya menanam pohon bambu akan tetapi karena dirasa sekian lama menggarap lahan hal itu tidak membantu menunjang kehidupan keluarga. Kemudian tanah tersebut diserahkan kepada orang lain untuk menggarapnya, dan setelah beliau meninggal dunia tahun 2017, tanah tersebut baru digarap oleh sang oknum.

Baca Juga :   Kapolda Jateng Dorong Polwan Jadi Influencer Kamtibmas

“Kalau tahu lahan tersebut akan terkena pembebasan Waduk Karian mungkin saya tidak serahkan ke yang lain untuk menggarapnya,” tegasnya, sambil menunjukkan ekspresi kecewa.

Hal senada dikatakan seorang tokoh yang pernah menjabat menjadi kepala desa dengan masa jabatan 8 tahun periode jabatan kepala desa lama.

“Sedikit banyaknya saya paham dan mengetahui seluk beluk desa ini. Bahwa, oknum itu memang tidak mempunyai tanah di blok yang dimaksud. Silakan boleh ditanya kepada masyarakat yang lain kalau belum percaya, pasti mereka akan menjawab sama dengan saya. Bahwa oknum itu tidak memiliki tanah di blok yang dimaksud,” terangnya.

Sungguh miris, seakan banyak kejanggalan yang menjadi pertanyaan dan mengherankan, memang sangat ironis. Kok bisa ya orang yang tidak memiliki tanah bisa mendapatkan uang ganti rugi waduk karian sebanyak yang mereka mau. Something Impossible ?

Kewajiban pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memonitor hal-hal yang bisa merugikan masyarakat khususnya masyarakat awam atau apakah Pemerintah melalui Pemerintah Desa-nya dan Aparat Penegak Hukum tutup mata? Ataukah memang ada oknum yang berlindung dalam jabatannya yang justru sengaja membantu dalam hal administrasi. Serta memuluskan niat si oknum dan meminta bagian dari hasil uang pencairan jikalau sudah mendapatkan uang pembebasan? Sebuah pertanyaan yang belum terjawab.

Baca Juga :   Anggota DPRD Kota Palembang Dapil VI Kunjungi SD Negeri 76

Pertanyaan lagi, mengapa proses ganti nama kepemilikan SPPT dengan mudah didapatkan padahal bisa untuk disalahgunakan? Bagaimana kelanjutannya, simak hasil penelusuran pada tayangan berikutnya. (Enggar)