OKU Selatan Sumsel, wartaterkini.news–Jajaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten OKU Selatan bersiaga dalam pelanggaran Money Politik dan Netralitas ASN di jelang 14 Februari 2024, menghadapi Pemilu Pilpres dan Pileg di wilayah setempat
Hal ini dikatakan Komisioner Bawaslu Kabupaten OKU Selatan Kordiv Penanganan Pelanggaran Data & Informasi Komang Wardiansa kepada wartawan, Senin (05/02/2024).
Komang, menjelaskan bahwa sebelum Pemilihan PTPS harus membantu Panitia Pengawas Kelurahan/Desa (PKD) dan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), dalam mengantisipasi pelanggaran, termasuk politik uang dan netralitas ASN.
“Jadi, mereka harus kompak melaksanakan semua tugas-tugas pencegahan dan pengawasan,”jelasnya.
Jika terdapat dugaan pelanggaran, sambung Komang, PTPS diminta tak perlu ragu segera melaporkan kepada Pengawas Kecamatan (Panwascam).
“Mereka harus berkoordinasi dengan PKD (Pengawas Kelurahan/Desa) atau langsung ke Panwascam untuk menyampaikan hasil pengawasannya,” tambahnya.
Pemilihan umum (pemilu) 2024, baik pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres), masih dalam tahap kampanye.
Di masa-masa kampanye ini, praktik politik uang kerap terjadi dan dilakukan oleh para peserta pemilu yang menjadi perhatian Bawaslu OKU Selatan.
Undang-Undang Pemilu tidak secara rinci mendefinisikan politik uang tetapi mengatur norma, ketentuan, larangan dan sanksi terkait politik uang, di mana politik uang masuk ke dalam tindak pidana.
Dalam pemilu, ketentuan larangan dan sanksi pidana terhadap praktik politik uang dibedakan menjadi empat kategori, pertama, peristiwa politik uang berdasarkan waktu kejadian yaitu peristiwa politik uang yang terjadi pada saat pemungutan suara berlangsung.
Kedua, pada saat kampanye, ketiga, pada masa tenang, dan keempat, pada hari pemungutan suara.
Dalam hal ini, pelaku praktik politik uang diancam sanksi pidana penjara dan denda berkisar antara paling lama 2 tahun dan denda 24 juta sampai dengan paling lama 4 tahun dan denda 48 juta.
Hal ini diatur dalam Pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta.
Selanjutnya dalam Pasal 523 Ayat (1) dinyatakan: Setiap pelaksana, peserta, dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).
Lalu pada Ayat (2) berbunyi: “Setiap pelaksana, peserta dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.48.000.000 (empat puluh delapan juta rupiah).
Selanjutnya pada Ayat (3) berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).
Jika terdapat dugaan pelanggaran, PTPS diharuskan segera melaporkan kepada Pengawas Kecamatan (Panwascam). Mereka harus berkoordinasi dengan PKD (Pengawas Kelurahan/Desa) atau langsung ke Panwascam untuk menyampaikan hasil pengawasannya.
Bung Komang juga menekankan bahwa PTPS merupakan garda terdepan yang memiliki tanggung jawab besar, karena mereka dapat menemukan setiap kejadian sesuai dengan fakta di lapangan. Paling tidak, PTPS akan memperoleh pengetahuan dan tugas tambahan terkait pencegahan dan pengawasan. (*)