Jakarta, wartaterkini.news–Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Nawawi menyoroti kerentanan kelangsungan hidup masyarakat pesisir dan pulau kecil. Menurutnya, banyak desa di wilayah pesisir Pekalongan yang hilang dan penduduknya harus pindah. Itu akibat perubahan iklim karena adanya peningkatan air laut.
“Dampak lainnya yang mempengaruhi kualitas kesehatan, kualitas hidup, derajat hidup, bahkan masa depan masyarakat ini,” ungkap Nawawi dalam keterangannya dikutip dari laman BRIN di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Saat membuka diskusi publik bertajuk Vulnerability and Resilience Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Menghadapi Krisis Iklim, Rabu (10/1/2024).
Ia meyakini, isu perubahan iklim sangat berhubungan dengan isu kependudukan karena terkait dengan wilayah-wilayah pulau kecil. Hal tersebut berdasarkan hasil riset yang dilakukan pusat risetnya.
Maka diskusi yang diselenggarakan tersebut diharapkan dapat memberikan wawasan baru terkait kondisi di pulau-pulau kecil. “Ini menjadi isu penting buat kita karena ke depannya riset-riset tentang perubahan iklim akan menjadi salah satu isu strategis dan menjadi perhatian BRIN,” harapnya.
Dalam kesempatan ini, Zulfirman Rahyantel, Mahasiswa Program Doktoral Department of Natural Resources and The Environment, Cornell University menanggapi melalui materi terkait kajian isu yang sedang ia dalami pada program studi doktoralnya saat ini.
Kajiannya berangkat dari sebuah keresahan dirinya sebagai anak pulau di salah satu kampung pesisir di Maluku. Ia merasakan betul bagaimana kenaikan permukaan air laut di pulau kecil tempat tinggalnya dan bagaimana dampak perubahan iklim bagi mata pencaharian baik petani maupun nelayan di pesisir.
Namun karena masih kurangnya perhatian terhadap isu perubahan iklim dan dampaknya bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, ia mengaku terpanggil untuk melakukan kajian.
“Sebagai kelompok peneliti dari kelompok akademis maka saya perlu sekali menyuarakan hal ini kembali ke publik,” ujar Zulfirman.
Tentunya, tantangannya menjadi lebih besar. Bukan hanya pada level mempengaruhi kebijakan publik di Indonesia, tetapi juga bagaimana membicarakannya pada level dunia agar menjadi salah satu hal yang diperhatikan dengan serius.
Ia kemudian menjelaskan apa saja yang menjadi latar belakang kajian yang dilakukan. Lalu ia mengawali penjelasan soal definisi Vulnerability (kerentanan) yang bermakna ketidakmampuan suatu sistem untuk mengatasi (beradaptasi dengan) dampak negatif.
Misalnya terkait perubahan iklim (IPCC, 2007). Disebutkannya tiga hal yang menjadi faktor elemen kunci, jika bicara tentang Vulnerability (kerentanan). Yaitu eksposur, sensitifitas, dan kemampuan untuk beradaptasi.
Sedangkan Resilience (ketahanan), sebagaimana pendapat ahli, ia terangkan pemahamannya sebagai kemampuan untuk melawan, beradaptasi, mengatasi, melakukan transformasi, dan pulih dalam menghadapi tantangan atau gangguan. Dalam hal ini terkait dengan perubahan iklim pada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil.
Lebih lanjut, dalam hal analisis riset-riset yang sudah dilakukan di Indonesia terutama di pulau-pulau kecil dan pesisir terkait perubahan iklim. Zulfirman menggunakan kerangka multidimensi kerentanan. Ia mencoba melihat masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil pada enam dimensi yang berbeda.
Zulfirman pun menjelaskan rinciannya yang meliputi dimensi sosial, ekonomi, budaya, fisik, lingkungan, dan institusi/lembaga. Lalu dijelaskan pula hasil analisis ketahanan masyarakat yang bisa dibangun atau dimaksimalkan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Menurutnya, riset dan kajian tersebut harus dihadirkan secara mendalam. Hal ini supaya semua program kebijakan iklim dapat berbasis masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, serta berbasis karakteristik ekologi dan juga sistem sosial pada masyarakat tersebut.
”Kenapa? karena pada kesempatan diskusi ini ini akan dilihat narasi-narasi terkait dengan perubahan iklim dan pulau-pulau kecil sebagai narasi umum yang tidak sampai pada level masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil,” katanya.
Maka ia menekankan, perlu untuk membumikan lagi, dampak dari perubahan iklim. Hal tersebut bisa mendorong masyarakat agar bisa melakukan sesuatu solusi secara kolektif. Jadi, menurut pandangannya, riset-riset yang dilakukan tidak hanya bermuara pada publikasi dan konferensi-kompresi saja.
“Terakhir, hal yang perlu diperhatikan bersama untuk kajian-kajian ke depannya adalah pada aspek ketahanan dan kerentanan masyarakat, kedaulatan pangan, desain bersama adaptasi perubahan iklim, penciptaan pengetahuan bersama, kalender ekologi, dan strategi penghidupan,” ungkapnya.